Friday 25 June 2010

Aahhh... Hidup Ini

Setelah setahun menjalani pendidikan, akhirnya tiba masa pengenalan dunia kapal, sekaligus membuat tugas akhir, semacam laporan setelah kegiatan permagangan, dan aku berlima memilih Tanjung Perak, sebagai tempat kuliah nyata. Kebetulan aku paling tua dari mereka, karena aku masuk ketika semester enam, sementara kebanyakan peserta didik lain jebolan SMU, sehingga aku yang ditunjuk jadi ketua. Ternyata di tempat yang disediakan oleh yayasan adalah tempat yang jauh dari nyaman, yaah, maklumlah, kota pelabuhan. Kami harus satu kamar berlima, persisnya bangunan berlantai tiga berukuran 6x7 yang mempunyai empat kamar tidur dan dua kamar utama itulah yang menjadi tempat kuliah nyata kami. Aahh, tak apa-apa, toh rumah yang lain tidak lebih baik dari ini, pikirku. Satu hari menjelang awal perkenalan, kami dikejutkan dengan kedatangan tujuh lelaki yang katanya lulusan lembaga di mana kami belajar. Merekalah yang sedikit banyak akan memberikan pengetahuan tentang dunia perkapalan untuk kami. Mereka khusus didatangkan dari kapal untuk membimbing kami. Setelah para senior memperkenalkan kami, mereka menempati tiga kamar lain. Entah mengapa, sejak awal aku sudah merasa tidak beres. Benarlah dugaanku, senioritas telah menjadikan mereka sosok yang sangat menakutkan, di pertemuan berikutnya. Kesalahan kecil harus berujung dengan hukuman, yang terkadang kurasakan kelewatan. Tidak jarang pelecehan harus kami alami sebagai hukuman yang kami tidak tahu bentuk kesalahannya. Rasa tidak tahanku dengan perlakuan senior, telah membuat rasa takutku hilang. Aku bergegas pulang ke tempat kami. Aku yakin jam-jam begini, mereka biasanya sedang main kartu. Membuatku semakin yakin, bisa melunakkan hati mereka. Hati-hati aku masuk, dan menuju kamar utama, namun begitu terkejutnya aku, karena kudengar dengusan dan suara-suara aneh. Aku terus melangkah, dan betapa terhenyaknya aku, ketika kudapati para seniorku tidak sedang main kartu, namun sedang bergumul dengan dua cewek yang entah dari mana. Mereka kaget, sama halnya aku yang baru pertama kali menemui perbuatan yang tak terbayangkan sedikitpun. "Biadab..". Teriakanku seolah membuat mereka semakin kesetanan. "Oo, sudah jagoan yaa?, salah satu dari mereka mendekatiku dan mencengkeramku. "Teman-teman, ada jagoan baru nih, ayo kita uji". Ketika memek mereka mulai disodorkan ke penisku, aku mengerang. Antara rasa bersalah dan nikmat telah mengajariku satu pengalaman mendebarkan. Aku justru beraksi memaju mundurkan pantatku. Akhirnya, kenikmatan itu berujung pada menyemburnya mani dari penisku. Aku mengerang, dan mulai melemas setelah itu. Mereka tertawa demi melihat diriku yang di persimpangan segala rasa. Namun kejadian selanjutnya justru semakin membuatku tidak bisa berbuat banyak. Mereka menuntut lebih dari itu. "Jangan bertingkah, dan ikuti mau kami, kalau kamu tidak ingin kejadian tadi tersebar ke kampusmu. Ke orang tuamu, dan habislah kau!". Aku berpikir keras, dan baru sadar bahwa hanya aku yang tidak memakai kondom. Akhirnya aku mengangguk pelan, namun seolah anggukanku membakar gairah mereka. Aku dibaringkan seperti dua perempuan itu. Aku kaget, mau diapakan, pikirku. Kekagetanku semakin bertambah, ketika dua senior mendekapku. Bergantian mereka melumat bibirku. Aku mencoba berontak, tapi entah mengapa aku terngiang dengan ancaman mereka. "Tenang, sayang.. Setelah di laut kau akan terbiasa dengan ini", bisikan itu seolah membiusku. Ketika satu penis mulai disodorkan ke mulutku, aku terhenyak. Aku mencoba menepisnya. Namun ketidakberdayaanku membuatku menyerah. Dengan terpaksa kubuka mulutku. Dua tiga isapan telah membuatku tercekat. Rasa mual begitu menyerang. Aku tersedak dan muntah, tapi untungnya mereka sadar. Bahkan justru mereka yang kemudian menyerang penisku yang memang mulai bangkit setelah aku bebas dari mualku. Dua kenikmatan ganda melambungkan aku. Aku serasa di awang-awang, dan sedang di surga. Sesekali kulirik arena pergumulan yang lain, dan betapa mani itu telah muncrat di sekujur tubuh perempuan itu, dan itu seolah memicu arena kami, sehingga pergumulan semakin memuncak. Sensasi di duburku, memicu penisku mengolah rasa yang sungguh nikmat. Erangan mulai terlontar dari mulut seniorku. Maninya yang tak tahan untuk keluar, muncrat membasahai punggungku. Tak urung maniku pun sontak keluar. Sungguh sebuah kenikmatan yang tidak setiap orang bisa mendapatkannya. Aku tertegun, setelah pergumulan berakhir. Segala rasa berkecamuk, manakala logikaku mulai muncul. Aku merasa telah terjebak namun sungguh aku menikmatinya. Mungkinkah ini akan menjadi biasa ketika aku harus berlama-lama di laut? Keraguanku mulai mengikis gambaran akan indahnya dunia kapal. Namun aku tetap bertekad untuk menyelesaikan semuanya. Entah aku nantinya harus terdampar di mana, yang jelas, aku telah menemukan warna lain dalam hidupku Sejak kejadian malam itu, seniorku mulai mengurangi sikap buruk mereka. Entah aku harus bangga atau menyesal atas semua, namun satu rasa yang sempat muncul, bahwa aku merasa benar-benar bisa menjawab tanggung jawab yang telah dibebankan oleh teman-temanku. Melalui ini, kudambakan, semoga teman-temanku Andi, Jhoni, Raka, dan Didit menjadi pelaut handal dan jangan arogan dengan siapapun, dan untuk para seniorku yang telah memberiku satu warna, yang bahkan kelabu buatku, kuucap trima kasih. Sebetulnya kalian baik, hanya keadaanlah yang membentuk dan mengharuskan kalian begitu. Maaf kalau kuputuskan untuk mencoba jalan lain, karena aku merasa itu bukan duniaku. Aku lebih memilih daratan, karena aku punya tanggung jawab moral yang harus aku tunaikan. Good Luck for All.

No comments:

Post a Comment