Friday 25 June 2010

Akhir Sebuah Cinta

Hari sabtu yang sangat membosankan pikirku, mau jalan ama temen kampus, kayaknya agak garing, maklum mereka kan nggak tau kalau gue ini gay. Pacar juga nggak ada, bingung deh mau ngapain? belum lama aku berpikir, ponsel ku tiba-tiba berdering. Lalu kulihat nomor yang tertera pada layar ponselku. Oh, ternyata temen dekatku, namanya Ardi. Tumben dia telepon, biasanya malam minggu dia sibuk dengan pacarnya. "Hallo Ersal, loe lagi apa nih sekarang?" aku jawab aja dengan males "Gue lagi bingung mau kemana nih nanti malam." terus dia bilang "Udah aja, aku jemput kamu, mau nggak? kebetulan pacar gue lagi ada acara." aku pikir ada baiknya juga main ama si Ardi. Dia kan gay juga. Siapa tahu bisa ngeceng bareng ama dia. Esok harinya aku coba telp dia lagi "Edwin, lagi sibuk nggak?" "Nggak nih, lagi bt dirumah. Emang ada apa?" aku langsung menawarkan diri untuk menemani dia "Mau nggak aku jemput kerumah kamu, terus kita makan diluar, alamat kamu dimana?" setelah dia memberikan alamatnya, aku langsung menuju kerumahnya. Dia mengajak aku untuk makan disalah satu rumah makan di kawasan soekarno hatta. Sesampai di rumah kami berbincang-bincang sejenak sambil menonton televisi. Aku duduk dibawah dan dia duduk di kasur. Kebetulan kasurku nggak ada kakinya. "Edwin, kamu udah punya pacar belum?" dia jawab "Belum punya, kemarin ada yang lagi dekat, tapi kayaknya orangnya nggak beres." dan akhirnya dia cerita tentang masa lalunya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Kita tidur yuk, agak ngantuk juga nih.." kataku. Edwin hanya mengiyakan saja. Dia tidur dipojok kasur, sedangkan aku di sebelahnya. Rasanya ingin aku memeluk dia, tapi masih ragu, takutnya dia nolak. Pelan pelan aku bentangkan tangan ku kearah badannya. Eeh, ternyata nggak ada penolakan sedikitpun. Aku semakin bebas saja untuk memeluk dia, dan kayaknya dia menikmati saja. Walaupun malam itu tidak terjadi sesuatu hal, tetapi hatiku sangat senang bisa peluk dia dengan erat. Tanpa terasa 2 bulan telah berlalu, setiap kali ada kesempatan kami selalu bertemu, kadang aku yang ajak dia, tapi se Edwin pun sering untuk mengajak ketemu, pikirku mungkin dia juga mempunyai perasaan yang sama seperti yang aku rasakan. Aku coba untuk menyatakan cintaku kepadanya, mudah mudahan saja diterima, andaikata sampai ditolakpun aku sudah siap. Pada saat aku ulang tahun, aku ingin sekali bisa menyenangkan hatinya. Aku traktir dia main time zone sepuasnya. mungkin dalam hari itu dia menghabiskan sampai 1000 koin lebih. Karena kami bermain semenjak toko buka sampai dengan toko tutup. Terlihat banget keceriaan dari wajahnya yang cakep itu. Tahun pertama kami berpacaran, mungkin masih banyak pertengkaran-pertengkaran, tetapi penyebabnya bukan orang ketiga, hanya saja perbedaan sifat saja. tetapi masuk ke tahun kedua, pertengkaran sudah mulai jarang. Mungkin kita sudah mengenal masing masing karakter. Aku semakin sayang kepadanya, begitu juga sebaliknya. Betapa indah hidup di dunia ini bersama Edwin, pikirku saat itu. Sampai pada suatu saat, aku kebetulan ada job ke luar negeri, itupun hanya 2 minggu. Aku meminta ijin untuk pergi ke sana. dan Edwin pun mengijinkan. Dengan setia dia mengurus segala keperluan yang aku butuhkan. Ternyata baik dalam susah maupun dalam senang dia selalu mendampingiku. "Edwin sayang, mau nggak kamu antar Ersal ke bandara soekarno hatta?" dia menjawab "Ersal sayang, dengan senang hati Edwin antar Ersal sampai pintu keberangkatan" rencana keberangkatan hari sabtu jam 2 siang. 4 hari sebelum keberangkatan, segala keperluanku telah siap. Hari kamis siang, Edwin meminta izin pulang dulu ke rumahnya, katanya sih mau ketemu ibunya dulu. Sore hari dia berencana untuk menginap di rumahku. Setelah aku tunggu, ternyata tidak ada kabar dari Edwin. Aku coba untuk menghubungi dia. "Maaf Ersal, Edwin sakit perut. Kayaknya malam ini nggak bisa kesana." Aku jawab "Ya udah, aku sekarang yang kesana aja. Edwin udah minum obat belum?" "Udah barusan, sekarang perutnya lagi dibalur minyak kayu Pukul 7 malam aku tiba di rumahnya, dan ternyata benar perutnya Edwin sedang sakit. Sesekali dia muntah. Aku pikir hanya masuk angin saja. "Edwin, mau nggak malam ini ke dokter?" "Ah.. nggak usah, besok juga udah sembuh kok" Aku langsung percaya aja apa yang di omongkan Edwin. Pukul 10 malam aku pamit dari rumahnya. Keesokan harinya aku coba menghubungi Edwin, ternyata dia masih sakit. Aku tengok dia kembali sebelum makan siang. Dia bilang, udah agak baikan sih sekarang perutnya. Aku minta izin untuk pamit, karena masih ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Malam harinya aku kembali mengunjungi dia "Edwin sayang, gimana perutnya sekarang, masih sakit nggak?" dia menjawab "Kadang sakit, kadang mual" dan aku perhatikan sekarang agak lebih sering muntah. Ada suatu perasaan tidak enak yang aku rasakan. Dan itu membuat aku tidak bisa berfikir lain hal. Setelah dia tertidur lelap, aku langsung pulang dari rumahnya. Tetapi perasaan tidak enak itu masih saja ada di dalam hatiku. Dalam perjalanan menuju bandara aku selalu berfikir tentang kondisi Edwin, selain itu juga aku berencana untuk membelikan sesuatu yang membuat hati Edwin senang, tetapi barang yang aku fikirkan belum tau jenisnya. Pukul 1 siang aku sampai dibandara Soekarno Hatta. Setelah aku lihat papan keberangkatan, ternyata pesawat yang akan aku tumpangi mengalami keterlambatan beberapa jam. Aku langsung mengontak Edwin, ternyata ponselnya tidak aktif. Sambil memungut kembali ponselku aku hanya bisa membatin "Ya Tuhan, cobaan apalagi yang Engkau berikan terhadap diriku ini? Mengapa begitu cepat Engkau panggil Edwin yang aku sayang dengan tulus." Aku hanya berkata "Edwin, semoga kamu bahagia di kehidupan selanjutnya. Cinta dan sayang Ersal telah engkau bawa serta. Nama Edwin sudah terukir jelas di dalam hatiku. Ersal hanya tinggal menunggu beberapa saat untuk bertemu kembali dengan Edwin. Dan hanya Tuhanlah yang maha tahu kapan Ersal bisa bertemu kembali dengan Edwin dan kedua orangtua Ersal."

No comments:

Post a Comment