Friday 25 June 2010

Budak Nafsu

Tengah malam ketika Vita tertidur ditutupi oleh selembar selimut, seorang penjaga masuk ke dalam selnya. Sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Vita, penjaga itu lalu menarik dan menyeret Vita keluar dari selnya. Vita berjalan sambil sesekali didorong-dorong oleh penjaga itu menyusuri gang demi gang sampai akhirnya ia sampai di sebuah tanah lapang yang dikelilingi tembok tinggi. Di tengah lapangan itu sudah berdiri lima orang pejaga lain dan seorang tahanan wanita. Gadis itu tampak cantik sekali walaupun di sekelilingnya nyaris gelap, hanya ada beberapa api unggun yang menerangi tempat itu. Vita dengan tangan dilipat ke belakang oleh penjaga yang pertama tadi didorong terus hingga ia berdiri dengan jarak hanya beberapa meter dari gadis tadi. "Buka baju!" Perintah itu bagaikan tamparan keras di wajah Vita. Vita ragu-ragu dan kaget setengah mati mendengar perintah tadi. Vita melihat gadis di depannya sudah membuka kancing bajunya. Sebuah pukulan mendarat di pundak Vita membuatnya terdorong maju. "Gue bilang buka baju!" Masih termangu tak percaya Vita melepaskan satu-satunya kancing yang ada di bajunya dan melepaskan baju itu hingga dengan sendirinya terjatuh di kedua kaki Vita. Vita sudah menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia akan diperkosa oleh keenam penjaga itu. Ia pernah membaca berita tentang tindakan aparat keamanan yang tidak senonoh kepada tahanan wanita, tapi waktu itu ia tidak percaya. Penjaga yang membawa Vita berdiri di tengah mereka. "Malam ini kita punya program latihan buat kamu semua. Kamu berdua harus melawan satu sama lain sampai salah satu dari kalian tidak bisa bangun lagi. Yang menang boleh balik ke selnya. Yang kalah musti menghibur kita di sini. Kalau kalian tidak serius, kalian berdua akan kena hukuman masing-masing tiga puluh kali pecutan. Jelas!" Vita tidak mengetahui berapa lama ia tak sadarkan diri. Ia tersadar lagi setelah penjaga menyiramkan seember air ke wajahnya membuat Vita bangun terduduk dan tersedak. Keenam penjaga itu berdiri mengelilingi Vita. Gadis tadi sudah tidak kelihatan. Ketika Vita melihat wajah penjaga-penjaga itu, ia melihat wajah yang penuh nafsu dengan lidah yang menjilati bibir mereka. Vita tersadar bahwa kekalahannya tadi hanya merupakan awal dari mimpi buruknya. Perkosaan itu berlanjut terus, hingga keenam penjaga itu mendapat giliran sedikitnya dua kali memperkosa Vita. Vita sekarang tergeletak tak bergerak di lantai kamar mandi, dengan sperma mengalir keluar dari lubang kemaluan dan mulutnya. Tubuh Vita kesakitan seperti baru saja dipukuli selama berhari-hari. Ia mengerang lirih ketika dua orang menarik tangannya berdiri dan melemparkan baju penjaranya. Tak berdaya berjalan sendiri, mereka menyeret tubuh Vita ke selnya dan melemparkannya masuk ke dalam. Dari celah kecil di atasnya Vita dapat melihat sinar matahari pagi mulai memancar. Ia merangkak menuju ember berisi air dan dengan sekuat tenaga berusaha membersihkan dirinya. Kemudian ia kembali merangkak menuju matrasnya dan tersungkur tidur. Hari-hari selanjutnya merupakan neraka bagi Vita dan itu terus berulang. Setiap pagi ia ditarik keluar dari sel jam lima pagi kemudian bersama tahanan yang lain mereka naik ke sebuah truk yang membawa mereka ke sebuah tanah lapang yang tandus. Di situ mereka harus mencangkul tanah lapang itu untuk diolah menjadi lahan perkebunan. Ditengah hari mereka diijinkan beristirahat selama setengah jam. Dan pada malam hari, di hari-hari tertentu sekelompok penjaga akan menyeretnya keluar dan memperkosanya bergantian hingga hari menjelang pagi. Dan jika Vita terlihat kelelahan pada siang harinya maka komandan penjara akan mengikat Vita di tengah lapangan dan memecuti tubuhnya disaksikan oleh para tahanan yang lain. Setelah sebulan berlalu, dan ketika Vita sedang bekerja dengan giat demi menghindarkan dirinya dari hukuman komandan, sekelompok tahanan wanita yang berkuasa di situ menyeret tubuhnya ke dalam kamar mandi. Di situ mereka memukuli Vita karena dianggap mencari muka dengan bekerja sangat rajin. Mereka juga menyiksa Vita dengan memasukkan batang besi dan sebuah tongkat ke dalam anus dan lubang kemaluan Vita. Satu bulan kemudian Vita kembali diseret keluar dari selnya dan dibawa mendekati sel tahanan pria. Dua orang penjaga memegangi tangannya dan menyeretnya agar masuk ke dalam sel tahanan yang penuh dengan tahanan pria. "Malam ini kamu musti menghibur mereka!" "Jangan! Jangaaann! Jangan masukkan saya ke sana!" Vita memohon dan menjerit minta tolong. Vita harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit penjara setelah semalam bersama tahanan pria itu. Tubuh Vita harus diseret keluar dari sel di pagi harinya dan Vita hanya merintih, "Lagi.. lagi.. lagi.. lagi.. lagi..." Suatu hari Vita dan seorang tahanan lainnya Lia. Lia juga mahasiswi yang diciduk dari Bandung karena demonstrasi. Lia baru masuk sekitar satu bulan yang lalu, dan juga sudah habis-habisan dikerjai oleh para penjaga penjara. Vita dan Lia bekerja di bidang tanah yang lain. Hari itu amat sangat panas. Vita dengan segera telah terengah-engah kehausan. Menjelang tengah hari Vita mendengar Lia berbisik kepadanya. "Vita, Vita..." ia memanggil dengan suara lirih. Vita mengangkat kepalanya dan melihat mata Lia membesar. "Apa?" tanya Vita. "Lihat! Para penjaganya nggak ada!" Vita memperhatikan sekelilingnya dan ia terkejut ternyata Lia benar. Tidak ada seorang pun penjaga yang terlihat. Ia memandang kembali pada Lia dan langsung dapat menebak pikirannya. Mereka akan berusaha melarikan diri. Lia langsung melemparkan cangkulnya dan berlari masuk ke dalam hutan. Vita juga langsung menyusul di belakangnya. Akar-akar yang bergantungan menghalangi pandangan Vita, tapi ia masih bisa melihat Lia yang berlari di depannya, entah menuju ke mana yang penting menjauhi neraka di belakang mereka. Setelah beberapa saat nafas Vita makin berat dan terputus-putus. Semakin masuk ke dalam hutan, semakin sulit berlari dengan cepat. Sebuah dahan mengayun dan memukul pipi Vita hingga berdarah. Makin lama, pakaian yang dikenakan mereka berdua semakin terkoyak-koyak karena tersangkut dahan dan akar. Sekarang mereka hanya mengenakan serpihan kain yang sama sekali tidak menutupi tubuh mereka, Vita dapat melihat bahu Lia yang tersayat dahan dan memerah. Akhirnya, karena letih dan kehabisan nafas mereka berdua jatuh tersungkur di bawah pohon yang besar. Selama beberapa menit mereka hanya bisa terengah-engah menarik nafas sementara keringat membanjir keluar dari sekujur tubuh mereka. Lia berbaring telentang, dan buah dadanya yang mengacung bergerak naik turun seirama dengan nafasnya yang tersengal-sengal. "Kita berhasil!" kata Lia dengan senyum penuh kemenangan. Wajahnya lebih berseri, walaupun ada darah yang menetes dari dahi dan pipinya. "Semoga kamu benar", kata Vita tenang. "Kita masih harus keluar dari hutan ini dan mencari jalan kembali ke kota. Aku sendiri nggak tau kita ada di mana. Kamu tau?" "Betul juga kata komandan!" kata salah seorang penjaga. "Yang dua ini pasti berusaha lari!" "Ya benar, kita semua pasti dapet hadiah malem nanti!" kata yang lain. "Iket mereka lalu seret balik ke penjara." "Tunggu!" kata penjaga yang tadi menenangkan doberman. "Masa anjing-anjing ini nggak dapet bagian. Mustinya mereka dapet hadiah, kan mereka yang nemuin cewek-cewek ini!" Sekarang Vita sudah menjadi pelacur bagi penjara itu. Ia harus melayani setiap orang yang sanggup dan mau membayar tubuhnya. Penjara itu ternyata memiliki kegiatan pelacuran kelas tinggi. Bisnisman dari manca negara yang pernah mendengar tentang penjara itu kebanyakan mengetahui tentang kegiatan terselubung itu, tak terkecuali juga pejabat-pejabat negara kelas tinggi yang kadang juga menggunakan tubuh Vita dan tubuh gadis lainnya yang sudah disediakan khusus untuk memuaskan nafsu. Malam itu Vita harus melayani dua orang dari Inggris yang sudah membayar US$ 1.000 kepada komandan untuk dapat menggunakan tubuhnya selama delapan jam. Tiga minggu yang lalu Vita melayani seorang pejabat dari Brunei. Ia membayar US$ 2.000 agar ia dapat memecuti tubuh Vita yang menjerit dan mohon ampun, selama enam jam berturut-turut. Vita tidak dapat bergerak selama enam hari setelah peristiwa itu.

No comments:

Post a Comment