Friday 25 June 2010

The Nurse

Nama saya Setiowati, umur saya 22 tahun, saya baru lulus dari Akademi Perawat di salah satu kota kecil di Jawa Timur. Sekarang saya bekerja di Rumah Sakit Swasta di kota Y, baru satu bulan ini saya bekerja. Pada suatu hari, saya mendapat jadwal tugas jaga bersama Ibu Winantu. Sebenarnya saya sangat takut, karena selain saya masih baru, saya juga "ngeri" padanya. Ada yang membuat saya terkejut, ketika semua perawat teman-teman saya selesai bertugas jam 14.00, tinggal kami berdua sebagai perawat jaga hari itu. "Dik Wati", Ibu Winanti memanggil sambil tersenyum. "Iya, bu", kaget saya. Sebelum ini, terutama ketika bertugas pagi hari, tidak pernah sekalipun Ibu Winantu memanggil saya dan teman-teman yang lain dengan sebutan "Dik", apalagi memanggilnya sambil tersenyum. Mimpi apa saya ini? "Ini, statusnya dilengkapi dan periksa ulang Suhu dan Tensi untuk kamar 9 dan 10". "Iya, Bu", saya seperti kerbau dicocok hidung. Tidak berapa lama kemudian Ibu Winantu masuk ke kamar juga, dia juga ikutan rebahan di tempat tidur yang lain. Mulailah dia menginterogasiku. "Sudah punya pacar, dik?". "Dulu, Bu". "Dulu waktu sekolah di Akper juga tinggal di asrama Akper?". "Iya". Ibu Winantu tertawa, "Kenapa Bu, kok tertawa?". "Hayo, dulu waktu di asrama sering nonton BF bersama-sama, tho?". "Iya, kok ibu tahu?". "Saya dulu waktu masih sekolah juga sama saja dengan Dik Wati". Setelah itu malahan Ibu Winantu cerita mengenai BF dengan detail dan cerita-cerita mengenai main kucing-kucingan memasukkan cowok ke asrama dan hal-hal porno lainnya, sambil tertawa-tawa. Walaupun geli di telinga mendengarnya, saya menanggapinya dengan malu-malu karena itulah yang juga kami sering lakukan di asrama. Walaupun saya menjadi tidak jenak, akan tetapi senang juga mendengarkan cerita-cerita itu sambil mengingat masa-masa sekolah. "Dik Wati, pernah "main" dengan pacarnya?". "Belum, Bu". "Oh, nanti saya ajarin". "Baik, Bu", jawab saya asal-asalan, saya pikir itu kan hanya cerita-cerita omong kosong, walaupun saya juga tidak punya niat serius mendapat pelajaran dari Ibu Winantu. "Saya mandi dulu, Bu". "Ya, nanti saya menyusul". Saya mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Wah, asyik juga, kalau Bu Winantu mau mandi bersama saya. Karena dulu waktu di asrama, saya sering pula mandi berdua dengan teman-teman, sebagaimana pula dengan teman-teman yang lain. Kadang kami sering kagum dengan badan dan payudara teman yang lain, walaupun sering mandi bersama tidak pernah terjadi seperti yang ada di BF, apa itu namanya? Lesbian? Ditengah saya mandi, terdengar ketukan di pintu. "Siapa, yaa?". "Saya, dik", suara Ibu Winantu menyahut. "Kenapa dik?", Ibu Winantu membangunkan lamunan sesaat saya, sambil tersenyum. "Ndak, Bu, ndak apa-apa". "Oh, rambut yang bawah hanya sedikit yaa", sambil tangannya menjulur mengelus liang surgaku. Saya terkesiap, ada perasaan aneh pada vagina saya ketika tangannya mengelus lembut vagina saya. (saya teringat dulu ketika di asrama, kadang kalau mandi bersama teman yang lain, sering guyonan mengelus vagina teman lain seperti itu, tapi tidak ada rasa apa-apa). Secara refleks pula saya menarik napas panjang dan menutup mata. "Kenapa dik, nikmat?". Saya membuka mata dan tersipu malu. "Oh.., belum pernah yaa", Ibu Winantu tersenyum, sambil matanya menyempit memperhatikan saya. Saya juga hanya tersenyum sambil menggigit bibir. Saya ingin Ibu Winantu mengelus vagina saya lagi seperti tadi, kata saya dalam hati. "Ooohh..", saya mendesah agak keras, saya merasa melayang dan lupa segala dalam sesaat. Kemaluan saya bagian dalam terasa berdenyut-denyut berkepanjangan, tubuh saya serasa melayang dengan segala rasa yang pernah saya alami. Untuk pertama kalinya saya merasa mulai mengetahui kemaluan saya sendiri dan kenikmatannya yang luar biasa. (itu namanya orgasme, yaa). "Sudah, dik?", suara Ibu Winantu menyadarkanku. "Maaf, Bu", sambil saya memeluk tubuh telanjang Ibu Winantu yang sudah kembali berdiri di hadapan saya. Saya merasa ingin dibelai dan disayangi, di samping tubuh saya yang mendadak lemas, setelah merasakan puncak kenikmatan tadi. "Tidak apa-apa", Ibu Winantu masih tersenyum. "Wajar saja, tidak usah khawatir", Ia melanjutkan. Sambil dipeluknya tubuh saya yang juga telanjang. Dia raih kepala saya, dan diciumnya bibir saya dengan lembut, lidahnya juga masuk ke dalam mulutku, menjilati lidah saya. Untuk pertama kalinya pula saya merasakan ciuman dari seorang wanita, apalagi wanita matang dan berpengalaman seperti Ibu Winantu. "Ayo dik, lekas mandinya". "Nanti malam giliran saya ya", Ibu Winantu tersenyum penuh arti pada saya. Saya mengangguk pelan, dan ingin "waktu" itu segera datang. Malam itu, setelah tugas-tugas sebagai perawat telah selesai, di kamar tidur perawat saya belajar "melayani" Ibu Winantu, ternyata indah sekali. Sungguh hari itu, sore dan malam yang tidak terlupakan. Sejak saat itulah pula, Ibu Winantu menjadi mentor saya. Saya selalu menunggu waktu-waktu tugas bersama, lagi dengan Ibu Winantu dan kencan-kencan kami lainnya di luar jam dinas Rumah Sakit, berbagi waktu dengan "suami" tidak resmi Ibu Winantu, dokter Calvinus, seorang dokter Kebidanan dan Kandungan.

No comments:

Post a Comment